hormat grraakk..

hormat grraakk..
Google
 

Pengecualian Pembayaran Fiskal Luar Negeri

Pembayaran Fiskal bagi orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri tidak berlaku bagi :

1. Anggota Korps Diplomatik, pegawai perwakilan Negara Asing, staf dari Badan-badan Perserikatan Bangsa-bangsa, tenaga ahli dalam rangka kerja sama teknik, dan staf dari Badan/Organisasi Internasional yang mendapat persetujuan Pemerintah Republik Indonesia, sepanjang mereka bukan Warga Negara Indonesia dan di samping jabatan resmi tidak melakukan pekerjaan lain atau kegiatan usaha di Indonesia;
2. Anggota keluarga dan pembantu rumah tangga yang bukan Warga Negara Indonesia dari sebagaimana tersebut pada angka 1;
3. Pejabat Negara, anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia dan Pegawai Negeri Sipil yang bertolak ke luar negeri dalam rangka dinas yang menggunakan paspor dinas dan dilengkapi dengan surat tugas perjalanan ke luar negeri untuk setiap kali keberangkatan;
4. Anggota keluarga dan mereka sebagaimana tersebut pada angka 3 dalam hal keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan di luar negeri;
5. Anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia yang mendapat tugas sebagai pasukan Perserikatan Bangsa-bangsa atau dalam rangka latihan bersama dengan pasukan negara lain di luar negeri;
6. Anggota Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia dan Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tugas di bidang keamanan dan pelayanan Pemerintah di daerah perbatasan yang melaksanakan tugas dinas ke luar negeri dalam rangka kerja sama dengan negara yang berbatasan;
7. Anggota misi kesenian, misi olahraga dan misi keagamaan yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia ke luar negeri dengan persetujuan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Menteri Pendidikan Nasional atau Menteri Agama;
8. Petugas Imigrasi yang melakukan tugas pemeriksaan keimigrasian dalam pesawat terbang perusahaan penerbangan nasional atau kapal laut perusahaan pelayaran nasional;
9. Jemaah haji yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Departemen Agama dan petugas pelaksana pemberangkatan haji yang pembiayaannya dibebankan pada dana Ongkos Naik Haji;
10. Mahasiswa atau pelajar Indonesia yang akan belajar di luar negeri serta guru Indonesia dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa, pelajar atau guru yang diselenggarakan Pemerintah atau badan asing dengan persetujuan Menteri terkait;
11. Para pekerja Warga Negara Indonesia yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka program pengiriman Tenaga Kerja Indonesia dengan persetujuan Menteri Tenaga Kerja;
12. Penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik Indonesia dengan menggunakan Pas Lintas Batas sesuai dengan perjanjian lintas batas dengan Negara terkait;
13. Penduduk Indonesia yang bertempat tinggal tetap di Pulau Batam yang mempunyai Kartu Tanda Penduduk yang diterbitkan oleh pihak yang berwenang di pulau tersebut, sepanjang mereka telah dipotong Pajak PenghasiIan oleh pemberi penghasiIan atau telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan telah memenuhi kewajiban Pajak Penghasilannya pada Kantor Pelayanan Pajak Batam;
14. Orang asing yang berada di Indonesia dengan visa turis, visa tran¬sit, visa sosial budaya, visa kunjungan usaha dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dan Indonesia, sepanjang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
15. Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal tetap di luar negeri yang memiliki tanda pengenal resmi sebagai penduduk negeri tersebut dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, sepanjang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan pembebasan tersebut hanya diberikan untuk 4 (empat) kali dalam masa 1 (satu) tahun takwim;
16. Tenaga Kerja Warga Negara Asing pendatang yang bekerja di Pulau Batam, Pulau Bintan, Pulau Karimun, sepanjang mereka telah telah dipotong Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja;
17. Orang asing yang menerima atau memperoleh penghasilan dari In¬donesia yang tidak bertempat tinggal atau tidak bermaksud menetap di Indonesia dan berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sepanjang atas penghasilan tersebut telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh pemberi penghasilan;
18. Mahasiswa atau pelajar asing yang berada di Indonesia dalam rangka belajar dengan rekomendasi dan pimpinan sekolah atau perguruan tinggi yang bersangkutan dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia;
19. Orang asing yang berada di Indonesia daiam rangka melakukan penelitian di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan di bawah koordinasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau lembaga resmi Pemerintah lainnya serta Departemen Pendidikan Nasional, sepanjang tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia;
20. Orang asing yang berada di Indonesia dalam pelaksanaan program kerja sama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Kabinet serta tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia;
21. Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka melakukan tugas sebagai anggota misi keagamaan di bawah koordinasi Departemen Agama dan misi kemanusiaan di bawah koordinasi Departemen terkait;
22. Orang asing yang karena sesuatu hal diperintahkan oleh Pemerintah Indonesia untuk meninggalkan Wilayah Republik Indonesia;
23. Awak dari pesawat terbang dan kapal laut serta kendaraan umum angkutan darat yang beroperasi di jalur internasonal atau melakukan penerbangan, pelayaran, dan operasi berdasarkan perjanjian carter pengangkutan;
24. Penyandang sacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi sosial termasuk 1 (satu) orang pendamping, nengan perserujuan Menteri Kesehatan;
25. Orang Pribadi yang bertempat tinggal dalarn wiiayah Kerja Sama Ekonomi Sub Regional ASEAN yang bertolak ke luar negeri dalam daerah kerja sama melalui pelabuhan atau tempat pemberangkatan ke luar negeri dalam daerah kerja sama, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
26. Orang Pribadi yang bertempat tinggal dalam wilayah Kerja Sama Ekonomi Sub Regional Indonesia-Australia (AIDA) yang bertolak ke Australia melalui pelabuhan atau tempat pemberangkatan ke luar negeri dalam daerah kerja sama kecuali Bali, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
27. Anak-anak yang berangkat ke luar negeri sepanjang umurnya tidak lebih dari 12 (dua belas) tahun;
28. Orang Pribadi warga Negara Asing yang bekerja di Indonesia untuk kepentingan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
29. Orang Pribadi yang berasal dari bekas Propinsi Timor Timur yang berada di Indonesia dalam status pengungsi, yang telah memutuskan untuk menjadi Warga Negara bekas Propinsi Timor Timur dan akan kembali ke Timor Timur; berdasarkan rekomendasi Palang Merah Indonesia.
30. Anggota misi dagang atau parneran yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia ke luar negeri dengan persetujuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

Read More......

Perpanjangan Sunset Policy

Sunset policy diperpanjang sampai dengan 28 Februari 2009, ini pengumuman resminya.

Read More......

e-Registration

Sistem e-Registration adalah sistem pendaftaran, perubahan data Wajib Pajak dan atau Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui sistem yang terhubung langsung secara on-line dengan Direktorat Jenderal Pajak

PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK SERTA PELAPORAN DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DENGAN SISTEM E-REGISTRATION

Wajib Pajak

Wajib Pajak termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, atau orang yang diberi kuasa khusus yang mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau Pengusaha yang melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan melalui sistem e-Registration

Berdasarkan permohonan, sistem e-Registration akan memberikan Formulir Registrasi Wajib Pajak yang berisi Nomor Aplikasi, Nomor Pokok Wajib Pajak dan identitas lainnya, serta Surat Keterangan Terdaftar Sementara yang antara lain mencantumkan nama dan alamat Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Surat Keterangan Terdaftar Sementara adalah surat keterangan yang dicetak oleh Wajib Pajak melalui sistem e-Registration yang menyatakan bahwa Wajib Pajak telah terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak tertentu yang berisikan Nomor Pokok Wajib Pajak dan identitas lainnya serta kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang bersifat sementara.

Wajib Pajak mencetak Formulir Registrasi Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar Sementara, dan menandatangani Formulir Registrasi Wajib Pajak.

Surat Keterangan Terdaftar Sementara hanya berlaku selama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan, dan hanya berlaku untuk pembayaran, pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain serta tidak dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan di luar bidang perpajakan.

Wajib Pajak menyampaikan Formulir Registrasi Wajib Pajak yang sudah ditandatangani beserta persyaratannya secara langsung atau melalui pos secara tercatat ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan.

Dalam hal Formulir Registrasi Wajib Pajak beserta persyaratannya belum diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, maka proses pendaftaran akan dibatalkan secara sistem.


PENGHAPUSAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENCABUTAN PENGUSAHA KENA PAJAK

Wajib Pajak yang memenuhi syarat untuk dihapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi syarat untuk dicabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan penghapusan atau pencabutan melalui sistem e-Registration.

Berdasarkan permohonan, sistem e-Registration akan memberikan Formulir Registrasi Wajib Pajak yang berisi Nomor Aplikasi, Nomor Pokok Wajib Pajak dan identitas lainnya.

Wajib Pajak dapat mencetak Formulir Registrasi Wajib Pajak.

Wajib Pajak menyampaikan Formulir Registrasi Wajib Pajak yang sudah ditandatangani beserta persyaratan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara langsung atau melalui pos secara tercatat ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan dilakukan.


AKSES e-REGISTRATION

Wajib Pajak yang telah terdaftar dan belum mempunyai akses ke sistem e-Registration, dapat mengajukan permohonan untuk dapat mengakses sistem e-Registration atas Nomor Pokok Wajib Pajak yang bersangkutan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan membawa bukti pendaftaran yang berlaku.

Wajib Pajak Terdaftar adalah Wajib Pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak yang terdiri dari 15 (lima belas) digit.



Dokumen Persyaratan Pendaftaran

Wajib Pajak yang mendaftar diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, harus mengisi dan menandatangani Formulir Regristrasi Wajib Pajak dan melengkapinya dengan persyaratan yang terdiri dari :

1. Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas :
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing.

2. Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas :
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing;
- Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa.

3. Untuk Wajib Pajak badan :
- Fotokopi Akte Pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukan dari Kantor Pusat bagi Bentuk Usaha Tetap;
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif;
- Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa.

4. Untuk Bendaharawan sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong :
- Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan;
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bendaharawan.

5. Untuk Joint Operation sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong :
- Fotokopi Perjanjian Kerjasama sebagai Joint Operation;
- Fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak masing-masing anggota Joint Operation
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus Joint Operation.

Catatan :
a. Bagi pemohon berstatus cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta harus melampirkan fotokopi Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2-00) Kantor Pusat/domisili/suami.
b. Apabila permohonan ditandatangani oleh orang lain, harus dilengkapi dengan Surat Kuasa Khusus.
c. Dalam hal Formulir dan persyaratannya belum lengkap, dikembalikan kepada Wajib Pajak untuk dilengkapi.


Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pelaporan dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui Internet.

1) Membuka situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id atau situs lainnya yang terdapat sistem e-Registration.
2) Memilih menu sistem e-Registration.
3) Membuat account Wajib Pajak yang antara lain berisi username dan password.
Account adalah sarana bagi Wajib Pajak atau Petugas Pajak untuk dapat mengakses sistem e-Registration.
Username adalah identitas Wajib Pajak atau Petugas Pajak yang unik berupa huruf atau angka atau gabungan keduanya untuk mengakses account Wajib Pajak atau Petugas Pajak yang bersangkutan pada sistem e-Registration.
Password adalah kata kunci yang hanya diketahui oleh Wajib Pajak atau Petugas Pajak untuk memperoleh otoritas atas account yang diakses yang sekurang-kurangnya terdiri dari 6 (enam) digit berupa huruf atau angka atau gabungan keduanya.
4) Login ke sistem e-Registration dengan mengisi username dan password yang telah dibuat.
Login adalah proses untuk mengakses sistem e-Registration dengan menggunakan username dan password.
5) Memilih jenis Wajib Pajak yang sesuai (Orang Pribadi, Badan atau Bendaharawan).
6) Mengisi formulir Permohonan Pendaftaran dan Perubahan Data pada layar komputer dengan lengkap dan benar.
7) Memilih tombol “daftar” untuk mengirim Formulir Regristrasi Wajib Pajak secara elektronis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
8) Mencetak Formulir Regristrasi Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar Sementara (S.0.0.23.01) sebagaimana yang tertera pada layar komputer.
9) Menandatangani Formulir Registrasi Wajib Pajak dan melengkapinya dengan dokumen persyaratan pendaftaran seperti disebutkan di atas.
10) Mengirimkan Formulir Regristrasi Wajib Pajak yang sudah ditandatangani beserta persyaratannya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Catatan : Wajib Pajak dapat melihat status permohonan pendaftaran melalui e-mail atau aplikasi e-Registration.
11) Menerima permintaan kelengkapan persyaratan, dalam hal terdapat persyaratan yang belum lengkap.
12) Mengirim kelengkapan persyaratan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
13) Menerima kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (KP.PDIP.4.4-00) dan Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2-00), dan atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.3-00) bagi Wajib Pajak yang melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Catatan : dalam hal alamat Wajib Pajak terbukti tidak benar, maka permohonan pendaftaran Wajib Pajak dan atau pelaporan usaha Wajib Pajak ditolak dan Wajib Pajak menerima Surat Penolakan Pendaftaran Wajib Pajak dan Pelaporan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.8-00).


Tata Cara Perubahan Data Wajib Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Dengan Sistem e-Registration

Yang dimaksud dengan perubahan data Wajib Pajak dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini adalah perubahan identitas Wajib Pajak dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

Perubahan Identitas Wajib Pajak, meliputi :

a. Perubahan nama Wajib Pajak karena penggantian nama;
b. Perubahan bentuk badan hukum;
c. Perubahan Nomor Pokok Wajib Pajak karena adanya kesalahan (misalnya 9 (sembilan) digit pertama Nomor Pokok Wajib Pajak cabang tidak sama dengan 9 (sembilan) digit pertama Nomor Pokok Wajib Pajak pusat);
d. Perubahan alamat Wajib Pajak karena perpindahan tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama;
e. Perubahan jenis pajak, karena sesuatu hal yang mengakibatkan kewajiban jenis pajaknya berubah;
f. Perubahan jenis usaha karena ada perubahan kegiatan usaha Wajib Pajak;
g. Perubahan status usaha Wajib Pajak.

Dokumen Persyaratan perubahan identitas dan Penghapusan Data Wajib Pajak

Wajib Pajak yang ingin melakukan perubahan identitas atau penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, harus mengisi dan menandatangani Formulir Regristrasi Wajib Pajak dan melengkapinya dengan persyaratan yang terdiri dari :

1. Untuk Wajib Pajak yang melakukan perubahan identitas :

a. Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2-00), Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.3-00) dan atau Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (KP.PDIP.4.4-00) karena adanya kesalahan, misalnya data masukan tidak sama dengan data keluaran, kode Wajib Pajak cabang tidak sama dengan kode Wajib Pajak Pusat;
b. Keterangan dari instansi yang berwenang karena penggantian nama;
c. Fotokopi akte perubahan bentuk badan hukum karena berubahnya bentuk badan hukum;
d. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia atau paspor bagi orang asing ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa karena pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama;
e. Fotokopi akte perubahan dan pernyataan tertulis dari Wajib Pajak karena berubahnya status Usaha Wajib Pajak;
f. Fotokopi Surat Izin Usaha dan pernyataan tertulis dari Wajib Pajak karena berubahnya jenis usaha.

2. Untuk Wajib Pajak yang melakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak :

a. Wajib Pajak Orang Pribadi.
1) Meninggal dunia berdasarkan surat keterangan kematian dan tidak meninggalkan warisan;
2) Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;
3) Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai subjek Pajak sudah selesai dibagi.

b. Untuk Wajib Pajak Badan
1) Perusahaan telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2) Bentuk Usaha Tetap yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha tetap;
3) Dalam hal jumlah peredaran bruto untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran bruto untuk pengusaha kecil.


Tata Cara Perubahan Identitas Wajib Pajak Melalui Internet.

1) Melakukan kegiatan seperti pada “Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pelaporan dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan Wajib Pajak pada pendaftaran Pendaftaran melalui Internet huruf a.1) sampai dengan huruf a.4)”.
Catatan : Dalam hal Wajib Pajak sudah memiliki account, kegiatan angka huruf a.3) tidak perlu dilakukan.
2) Melakukan perubahan data sesuai dengan item-item yang berubah.
3) Memilih tombol “Perbarui” untuk mengirim formulir Permohonan Pendaftaran dan Perubahan Data pada layar komputer secara elektronis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
4) Melakukan kegiatan seperti pada “Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pelaporan dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan Wajib Pajak pada pendaftaran Pendaftaran melalui Internet huruf a.8) sampai dengan huruf a.12)”.
5) Menerima :
a) Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (KP.PDIP.4.4-00), Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2-00), dan atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.3-00) bagi Wajib Pajak : a. Perubahan nama Wajib Pajak karena penggantian nama, b. Perubahan bentuk badan hukum, c. Perubahan Nomor Pokok Wajib Pajak karena adanya kesalahan;
b) Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2-00), dan atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.3-00) bagi Wajib Pajak : d. Perubahan alamat Wajib Pajak karena perpindahan tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama, e. Perubahan jenis pajak, karena sesuatu hal yang mengakibatkan kewajiban jenis pajaknya berubah, f. Perubahan jenis usaha karena ada perubahan kegiatan usaha Wajib Pajak;
c) Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (KP.PDIP.4.4-00), Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2-00), dan atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.3-00) untuk : g. Perubahan status usaha Wajib Pajak.


Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Melalui Internet.
1) Melakukan kegiatan seperti pada “Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pelaporan dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan Wajib Pajak pada pendaftaran Pendaftaran melalui Internet huruf a.1) sampai dengan huruf a.4)”.
Catatan : Dalam hal Wajib Pajak sudah memiliki account, kegiatan huruf a.3) tidak perlu dilakukan.
2) Memilih tombol “Penghapusan” untuk mengirim Formulir Regristrasi Wajib Pajak secara elektronis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
3) Mencetak Formulir Regristrasi Wajib Pajak.
4) Melakukan kegiatan seperti pada “Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pelaporan dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan Wajib Pajak pada pendaftaran Pendaftaran melalui Internet huruf a.9) sampai dengan huruf a.12)”.
5) Menerima Surat Pencabutan Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.11-00), Surat Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (KP.PDIP.4.13-00) dan atau Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.12-00) dari Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.






Read More......

Pelayanan Konfirmasi PBB

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai Pajak Bumi dan Bangunan, sebenarnya pihak Ditjen Pajak telah menyiapkan beberapa layanan yang dapat digunakan.
1. National Toll Free Number Automatic Voices & Fax Response Services
National Toll Free Number Automatic Voices & Fax Response Services melalui 0-800-1-722-722 atau 0-800-1-PBB-PBB telah dapat melayani informasi pertanyaan dari masyarakat di seluruh pelosok tanah air untuk objek PBB di mana saja di seluruh Indonesia secara gratis (penelepon tidak dibebani dengan biaya pulsa). Pelayanan informasi ini antara lain :
a. Informasi jumlah tagihan PBB;
b. Informasi nilai objek pajak;
c. Layanan dalam bentuk dokumen melalui faksimili yang meliputi:
1) informasi/salinan SPPT
2) informasi 14 jenis pelayanan PBB lainnya
d. Informasi Pelayanan Satu Tempat.

2. SMS Services

National SMS Services dapat memberikan informasi tertulis mengenai NOP, tahun pajak, nama subjek pajak, NJOP, PBB terutang, tanggal jatuh tempo, dan status pembayaran secara langsung.

Layanan ini dapat diperoleh masyarakat dengan mengirim informasi "PBB spasi NOP koma tahun pajak" ke nomor :
a. 3722 (3PBB) untuk Satelindo, IM3, dan Telepon Fleksi;
b. 7220 (PBB0) untuk Telkomsel





Read More......

Yang Positif dari Indonesia

Kata orang bijak, dalam melihat suatu masalah atau persoalan sebaiknya dilihat dari sisi positifnya, kebetulan lagi baca koran, terus pengen nulis berita apa saja yang ditulis koran yang menyampaikan hal-hal positif yang telah dicapai bangsa ini, kita coba bahas satu-satu ya.
1. Penyuap Bulyan Royan dihukum 4 tahun.
Dalam berita ini disebutkan bahwa Dedi Suwarsono yang dituduh menyuap Bulyan Royan (Anggota DPR yang ditangkap KPK ketika menerima uang dari Dedi), telah divonis 4 tahun penjara dan denda 200 juta rupiah. Sisi positifnya adalah bahwa di negara kita ini sudah mulai ada usaha yang sungguh-sungguh dalam memberantas korupsi, dan yang dihukum bukan yang menerima uang saja, tapi yang memberi uangpun akan dikenai hukuman.
2. Uji Coba Lajur Baru ke Bandara Lancar

Dengan ditambahkannya dua lajur dari Jakarta menuju Bandara membuat arus kendaraan menjadi semakin lancar. Sisi positifnya adalah bahwa pembangunan masih terus dilakukan oleh pemerintah.
3. KPU Pertahankan Syarat NPWP
KPU tetap meminta NPWP bagi penyumbang dana parpol diatas Rp. 20 juta. Untuk yang satu ini saya sangat mengacungkan jempol kepada KPU, karena dengan diwajibkannya melampirkan NPWP bagi penyumbang dana parpol, akan sangat memudahkan bagi DJP untuk melakukan Cross check kebenaran pengisian SPT bagi WP yang bersangkutan. Yang masih jadi pertanyaan kok masih ada yang menyatakan tidak setuju ya ?


Read More......

Seminggu di malaysia



cerita sedikit, selama seminggu kemaren mulai dari tanggal 3 nov sampai dengan tanggal 7 Nov 2008, ngikutin seminar di Malaysia, seminar ini diadaain atas kerjasama LHDNM dengan JICA, yang mengambil tema Practical Issues In The Determination Of Permanent Establishment, pesertanya dari 8 negara, antara lain : Indonesia, Malaysia, Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar, Thailand, Timor Leste.
Ini bahan yang dipresentasikan selama seminar di sana semoga berguna.








Read More......

Sunset Policy

Sunset Policy sudah mulai sering kita dengar belakangan ini, apa sih maksudnya sunset policy ini ? kalo dari kata sunset artinya adalah matahari tenggelam (kalo gak salah), jadi artinya kebijakan yang mirip matahari tenggelam, begitulah kira-kira kalo definisinya ditinjau dari sudut bahasa.
Tapi menurut DJP, Sunset Policy ini adalah fasilitas yg diberikan oleh DJP untuk menghilangkan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga.
Siapa saja yang dapat fasilitas itu ? yang pertama adalah Orang Pribadi yang baru mendapatkan NPWP di tahun 2008, Kedua WP OP dan Badan yang melakukan pembetulan di tahun 2008.
Keuntungannya apa sih kalo ngikut Sunset ini ?
1. Tidak dikenai sanksi administrasi berupa bunga
2. Tidak dilakukan pemeriksaan, kecuali SPT yang disampaikan menjadi Lebih Bayar atau dikemudian hari ditemukan data atau keterangan lain yang ternyata belum dilaporkan di SPT tersebut.
3.Apabila WP sedang diperiksa dan belum disampaikan Surat Pemberitahuan hasil Pemeriksaan (SPHP), pemeriksaan akan dihentikan.
4. Data dan/atau informasi yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh terkait dengan pemanfaatan Sunset Policy tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas jenis pajak lainnya.

Terus kalo gak sempat pembetulan ditahun 2008 ini, masih ada gak sunset di tahun berikutnya ?, Kebijakan sunset policy ini hanya diberlakukan di tahun 2008, jadi tidak ada sunset policy setelah tahun 2008.

Read More......

Gak mau kalah.

Hari ini baca 2 berita di kompas, yang pertama judulnya, Hillary dukung Obama, terus berita yang lainnya berjudul Massa Pendukung gafur dan thaib Bentrok Lagi, apa yang bisa kita ambil dari dua judul berita itu ?
kalo saya ngeliatnya adalah gak ada yang bisa nerima kekalahan di negeri ini.
Saya bener-bener heran ngeliat kelakuan orang yg dibilang pemimpin-pemimpin di negeri ini, kelakuannya sama persis dengan dua orang anak saya, yang satu berumur 5 tahun dan yang satunya lagi 2 tahun, kalo lagi rebutan mainan gak ada yang mau ngalah, nah yang saya pingin tahu kalo orang yang dibilang pemimpin itu lagi ngurusin anak atau cucunya yang lagi rebutan mainan itu, apa ya kira-kira yang mereka omongin ke anak atau cucunya itu ??




Read More......

PAJAK vs BPK

wahh dari judulnya provokatif sekali ya...
maksudnya adalah bahwa gugatan uji materiil UU KUP yang dilakukan oleh BPK ditolak oleh MK. Sebenernya apa sih yang digugat oleh BPK ?
BPK menggugat bahwa mereka telah dirugikan kewenangannya secara kontitusional. wuih berat banget bahasanya, kalo diterjemahin mungkin seperti ini, bahwa BPK kalo mau meriksa Dirjen Pajak diberikan kewenangan juga untuk mengaudit WP. Nah ini yg jadi poko permasalahannya.

Kalo dilihat dari kewenangan, memang BPK mempunyai hak untuk meriksa Dirjen Pajak, tapi apakah BPK juga harus meriksa sampe ke pembukuannya WP ?
Pertama mungkin kita lihat dulu dari sudut WP, kerugian apa yang mungkin dialami WP jika BPK juga berhak untuk memeriksa pembukuannya. Yang saya lihat paling merugikan adalah kepastian hukum yang tidak didapat oleh WP. Misalnya WP sudah ditetapkan kurang bayar oleh Dirjen Pajak sebesar 10 juta, oleh WP telah dibayar, kemudian setelah diperiksa oleh BPK seharusnya kurang bayarnya menjadi 12 juta, apakah WP harus membayar lagi ?
Tapi apakah pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP itu sudah pasti benar ?
belum tentu juga, seperti kasus yang terbongkar baru-baru ini, adanya fungsional pemeriksa pajak yang diketahui menerima uang dari WP yang diperiksanya.
Jadi menurut pendapat saya memang kewenangan memeriksa WP itu tetap menjadi kewenangan DJP, tapi BPK tetap harus mengawasi DJP, dengan cara bekerjasama dengan KPK, PPATK dan badan-badan lain yang bisa menginformasikan bagaimana kelakuan oknum-oknum di DJP.

Read More......

JOINT OPERATION

Kerjasama Operasi (KSO) adalah merupakan kerjasama operasi dua badan atau lebih yang sifatnya sementara hanya untuk melaksanakan suatu proyek tertentu sampai proyek tersebut selesai dikerjakan. Dengan demikian bukan merupakan Subjek Pajak, dan oleh karenanya pengenaan PPh atas penghasilan dari proyek tersebut dikenakan pada masing-masing badan anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterimanya.

Mengingat bahwa Kerjasama Operasi bukan merupakan Subjek Pajak, maka Kerjasama Operasi tidak berkewajiban utnuk menyampaikan laporan dan membayar PPh Pasal 25 serta PPh Pasal 29, sedangkan kewajiban yang ada hanya sebagai Wajib Pajak pemotong/pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 atau PPN.

Pengenaan PPh Badan tetap dikenakan atas penghasilan yang diperoleh pada masing-masing badan yang bergabung tersebut sesuai dengan porsi/bagian pekerjaan atau penghasilan yangditerimanya. Pada waktu dilakukan pemotongan, pemberi hasil membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 atas nama KSO qq anggota (NPWP anggota) dengan jumlah pajak sebesar bagian masing-masing.

Pemberian NPWP adalah semata-mata untuk keperluan pemungutan dan pemotongan PPh Pasal 21, Pasal 23/26 dan PPN yang dilakukan oleh KSO terhadap objek atas imbalan yang dibayarkan.


Read More......

Bayar PBB lewat ATM

Saya mendapat e-mail dari pak Suroso yang menanyakan masalah PBB, isi surat lengkapnya adalah sebagai berikut
Ada yang titip pertanyaan kepada saya tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Mohon bantuan penjelasannya. Silakan dikirim kepada alamat e-mail saya dan/atau disajikan pada blog Anda sehingga banyak orang dapat memanfaatkannya.

Latar belakang sebagai berikut. Seseorang membeli rumah dengan mengangsur kepada bank pada tahun 1989 dan menempati rumah sejak itu. Dia membayar PBB sampai 1993. Pada tahun 1993, dia membayar PBB melalui bank milik negara. Pada tahun 1994, dia tidak lagi menerima SPPT. Ketika itu, warga diminta oleh Lurah untuk membayar PBB secara kolektif melalui petugas yang ditunjuk di Kantor Kelurahan, untuk kemudian dibayarkan ke Kantor Pelayanan PBB. Ternyata, petugas tersebut membawa kabur uang (dalam jumlah banyak) dan kemungkinan besar, tidak disetorkan kepada negara. Rupanya, petugas tersebut masih berstatus pegawai honorer di Kantor Kelurahan. Anehnya,
data Wajib Pajak (WP) terhapus dari komputer di Kantor Pelayanan PBB terkait. Masalah bukan hanya menimpa WP tersebut, melainkan banyak WP lain di RW yang sama. Dia mengetahui keluhan yang sama sewaktu pertemuan-pertemuan di lingkungan perumahannya. Boleh jadi, tidak ada kaitan antara petugas di Kantor Kelurahan yang nakal dengan petugas di Kantor Pelayanan PBB yang teledor; dan hanya merupakan suatu kebetulan. Namun, tidak tertutup kemungkinan lain, yaitu kerjasama yang rapi antara keduanya.

Sejak 1994, WP tersebut tidak membayar PBB karena memang tidak pernah menerima SPPT. Dia enggan mengurus PBB-nya karena menganggap tidak ada manfaat baginya dan tidak merasa rugi apabila tidak membayar. Dia menganggap bahwa bukan kesalahannya tidak membayar PBB. Disamping itu, jarak dari tempat tinggalnya ke Kantor Pelayanan PBB terkait jauh pada waktu itu. Dia mengatakan bahwa, “Rakyat ingin membayar pajak saja repot amat”.

Tampaknya, rasa jengkelnya telah hilang dan Kantor Pelayanan PBB telah disediakan di dekat tempat tinggalnya. WP tersebut bermaksud membayar PBB-nya sejak tahun ini. Pertanyaannya ialah:
(1) Apakah PBB selama 1994 hingga 2006 “diputihkan” atau PBB dihitung sejak mengisi Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP)? Alasannya ialah karena dia tidak pernah menerima SPPT karena memang tidak ada lagi data rumah dan tanahnya di komputer Kantor Pajak.
(2) Bilamana dia tetap diharuskan membayar, maka apakah WP tersebut harus menanggung kesalahan pihak lain (walaupun bukan berarti bahwa dia sama sekali tidak bersalah)? Bilamana dia tetap diharuskan membayar, WP tersebut sempat mengutarakan maksudnya untuk menulis Surat Pembaca pada koran-koran nasional atas keteledoran hilangnya data rumah dan tanahnya di dalam komputer Kantor Pelayanan PBB terkait. Dia berharap menjadi perhatian pihak-pihak terkait agar jangan hanya WP yang dipersalahkan.

Mohon penjelasannya dan atas penjelasannya, disampaikan banyak terima kasih.

Hormat saya,
Suroso


mungkin untuk sementara ini saya tidak bisa menjawab pertanyaan pak Suroso, tapi saya coba membahas cara pembayaran yang sangat memudahkan WP, yaitu melalui ATM (yang saya lakukan adalah melalui ATM BCA dan itu sangatlah gampang), caranya adalah sebagai berikut :
1. Wajib Pajak mendatangi ATM dengan membawa data yang lengkap dan benar tentang:
a.Nomor Obyek Pajak (NOP),ini bisa kita lihat dari SPPT sebelumnya.
b.Tahun Pajak, yang menunjukan periode kewajiban pajak yang akan dibayar.
2. Membuka menu Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Mengisi NOP dan Tahun Pajak secara tepat, lengkap dan benar.
4. Meneliti Identitas Wajib Pajak yang terdiri dari NOP, nama, Kelurahan, jumlah PBB yang terhutang dan Tahun Pajak yang muncul pada tampilan.

Apabila Identitas Wajib Pajak yang terdiri NOP, nama, Kelurahan, jumlah PBB yang terhutang dan Tahun Pajak pada tampilan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, maka proses berikutnya harus dibatalkan dan kembali kepada menu sebelumnya untuk mengulang pemasukan data yang diperlukan, karena ada kemungkinan terjadi kesalahan pemasukan data yang diperlukan.

5. Mengambil hasil keluaran fasilitas perbankan elektronik yang berupa "Tanda Terima Pembayaran PBB" yang disetarakan dengan STTS.
6. Mengecek kebenaran "Tanda Terima Pembayaran PBB" yang diperoleh.

Read More......

BENTUK USAHA TETAP (BUT)

Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (5) UU PPh, disebutkan bahwa suatu BUT mengandung pengertian :
 adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan.
 tempat usaha tersebut bersifat permanen; dan
 digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Bentuk Usaha Tetap dapat berupa :
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yangdigunakan untuk eksplorasi pertambangan;
h. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
i. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
j. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
k. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
l. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia.

Objek Pajak BUT :
a. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasainya (attribution rule) ;
b. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan oleh BUT-nya di Indonesia (force of attraction rule);
c. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT-nya dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud (effectively connected income) .

Pembebanan Biaya pada BUT :
1. Biaya-biaya yang diperkenankan sebagai pengurang atas penghasilan BUT (deductible expenses).
a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
b. biaya administrasi kantor pusat, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak (KEP-62/PJ/1995)
2. Biaya-biaya yang tidak diperbolehkan sebagai pengurang atas penghasilan BUT (non deductible expenses).
a. royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya;
b. imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
c. bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan


BRANCH PROFIT TAX
Selain dikenakan kewajiban PPh Badan (corporate income tax) berdasarkan tarif pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan, BUT juga dikenakan branch profit tax (BPT) sesuai dengan pasal 26 ayat 4.
BPT adalah pajak yang dikenakan dari laba bersih setelah pajak.(net income after tax). Tarifnya sebesar 20%, kecuali ditetapkan lain berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak

Pengenaan branch profit tax suatu BUT dikecualikan bila laba tersebut ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat (Kepmen No. 113/KMK.03/2002) :
(i) Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi Pajak Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri; dan
(ii) Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut; dan
(iii) Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan berproduksi komersial.

Read More......

3,4 TRILIUN DUIT NEGARA HILANG...

"Laba bersih PT.Pertamina tahun 2007 terkoreksi Rp. 3,4 triliun sebagai konsekuensi biaya pemulihan yang dibebankan ke negara (cost recovery). Laba bersih Pertamina yang semula Rp. 24,4 triliun akan turun jadi Rp. 21 triliun."
Begitulah salah satu berita di koran Kompas tanggal 1 April 2008.
Apakah berita ini cuma April mop ? saya rasa tidak, memang begitulah besarnya beban yang harus ditanggung negara atas beban-beban yang dikeluarkan oleh Kontraktor pemegang kontrak dalam memproduksi Minyak di Indonesia.

besar gak sih 3,4 triliun itu bagi Indonesia ?
kalo dilihat dari penerimaan, berdasar APBN 2007, maka penerimaan dari Pajak Penghasilan Migas ditargetkan sebesar Rp. 41,2 triliun dan penerimaan SDA dari migas sebesar Rp. 139,8 triliun, memang cukup besar sih, tapi jika dibandingkan dengan pengeluaran, maka pengeluaran yang angkanya mendekati cost recovery adalah pengeluaran untuk Fungsi Perlindungan Sosial yang dianggarkan 'cuma' Rp. 3,2 triliun.
Pantesan tingkat perlindungan sosial kita semakin lama semakin menurun...

Read More......

Pajak Luar Negeri

Ada beberapa pertanyaan yang masuk, yang rata-rata menanyakan gimana perhitungan pajak dari penghasilan di luar negeri ? saya sih seneng aja, ini berarti menunjukkan semakin banyak warga negara ini yang diakui kemampuannya di luar negeri, untuk itu saya coba membahasnya, semoga berguna..

Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri dilakukan sebagai berikut:
1.Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib Pajak, baik penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam menghitung Pajak Penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut digabungkan dalam tahun pajak di peroleh atau diterimanya penghasilan.

Contoh :
PT. A di Jakarta dalam tahun pajak 2001 menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber luar negeri sebagai berikut:
a.Hasil usaha di Singapura dalam tahun pajak 2001 sebesar Rp 800.000.000,00;
b.Dividen atas pemilikan saham pada "X Ltd." di Australia sebesar Rp 200.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 1998 yang ditetapkan dalam rapat pemegang saham tahun 2000 dan baru dibayar dalam tahun 2001;
c.Dividen atas penyertaan saham sebanyak 70% pada "Y Corporation" di Hongkong yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp 75.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan saham 1999 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh tahun 2001; Rp 75.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan saham 1999 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh tahun 2001
d.Bunga kwartal IV tahun 2001 sebesar Rp 100.000.000,00 dari "Z Sdn Bhd" di Kuala Lumpur yang baru akan diterima bulan Juli 2002.

Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan dalam negeri dalam tahun pajak 2001 adalah penghasilan pada huruf a, b, dan c, sedangkan penghasilan pada huruf d digabungkan dengan penghasilan dalam negeri dalam tahun pajak 2002.

2.Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar negeri tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia.

Contoh :
PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sebagai berikut :
a.di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 1.000.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar 40% (Rp. 400.000.000,00);
b.di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 3.000.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar 25% (Rp. 750.000.000,00);
c.di negara Z, menderita kerugian Rp. 2.500.000.000,00,
d.Penghasilan usaha di dalam negeri Rp. 4.000.000.000,00.

Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut :
1.Penghasilan Luar negeri :
a.laba di negara X = Rp. 1.000.000.000,00
b.laba di negara Y = Rp. 3.000.000.000,00
c.laba di negara Z = Rp. - - - - - - - - - - - - - (+)
d.Jumlah penghasilan luar negeri = Rp. 4.000.000.000,00

2.Penghasilan dalam negeri = Rp. 4.000.000.000,00

3.Jumlah penghasilan neto adalah :
Rp. 4.000.000.000,00 + Rp. 4.000.000.000,00 = Rp. 8.000.000.000,00

4.PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp. 2.382.500.000,00

5.Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing negara adalah :
a. Untuk negara X = (Rp. 1.000.000.000 / Rp. 8.000.000.000)X Rp. 2.382.500.000 = Rp. 297.812.500
Pajak yang terutang di negara X sebesar Rp. 400.000.000, namun maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp.297.812.500.

b. Untuk negara Y = (Rp. 3.000.000.000 / Rp. 8.000.000.000)X Rp. 2.382.500.000 = Rp. 893.437.500
Pajak yang terutang di negara Y sebesar Rp. 750.000.000, maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp.750.000.000.

Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah :
Rp.297.812.500 + Rp. 750.000.000 = Rp. 1.047.812.500

Dari contoh diatas jelas bahwa dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita di luar negeri ( di negara Z sebesar Rp. 2.500.000.000) tidak dikompensasikan.

3.Penghitungan batas maksimum kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebagai berikut :

Contoh :
a.PT A di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sebagai berikut:
Penghasilan dalam negeri Rp. 1.000.000.000
Penghasilan luar negeri
(dengan tarif pajak 20%) Rp. 1.000.000.000

Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
1.Penghasilan luar negeri Rp.1.000.000.000
Penghasilan dalam negeri Rp.1.000.000.000 (+)
Jumlah penghasilan neto Rp.2.000.000.000

2.Apabila jumlah Penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai tarif Pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp.582.500.000

3.Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :
(Rp. 1.000.000.000 / Rp. 2.000.000.000)X Rp. 582.500.000 = Rp. 291.250.000

Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp 291.250.000 lebih besar dari jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri yaitu sebesar Rp. 200.000.000 maka jumlah kredit pajak luar negeri yang di perkenankan adalah sebesar Rp. 200.000.000.

b.PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sebagai berikut :
Penghasilan dari usaha diluar negeri Rp.1.000.000.000,00
Rugi usaha di dalam negeri (Rp. 200.000.000,00)

Pajak atas Penghasilan di luar negeri misalnya 40% = Rp.400.000.000
Penghitungan maksimum kredit pajak luar negeri serta pajak terutang adalah sebagai berikut :

1.Penghasilan usaha luar negeri Rp.1.000.000.000,00
Rugi usaha dalam negeri (Rp. 200.000.000,00)
Jumlah penghasilan neto Rp. 800.000.000,00

2.Apabila jumlah Penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai tarif Pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp.222.500.000.

3.Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :
(Rp. 1.000.000.000 / Rp. 800.000.000)X Rp. 222.500.000 = Rp. 278.125.000

Oleh karena pajak yang dibayar diluar negeri dan batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan masih lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, maka kredit pajak luar negeri yang diperkenankan untuk dikreditkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang yaitu Rp.222.500.000.

4.Dalam hal penghasilan luar negeri bersumber dari beberapa negara, maka jumlah maksimum kredit pajak luar negeri dihitung untuk masing-masing negara dengan menerapkan cara penghitungan sebagai berikut:

Contoh :

PT C di Jakarta dalam tahun 2001 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:

- Penghasilan dalam negeri = Rp. 2.000.000.000
- Penghasilan dari negara X = Rp. 1.000.000.000
(dengan tarif pajak 40%)
- Penghasilan dari negara Y = Rp. 2.000.000.000 (+)
(dengan tarif pajak 30%)
Jumlah penghasilan neto = Rp. 5.000.000.000

Apabila penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka Pajak Penghasilan terutang menurut tarif Pasal 17 sebesar Rp.1.482.500.000.

Batas maksimum kredit pajak luar negeri setiap negara adalah :

a.Untuk negara X = (Rp. 1.000.000.000 / Rp. 5.000.000.000)X Rp.1.482.500.000 = Rp. 296.500.000
Pajak yang terutang diluar negeri sebesar Rp.400.000.000 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang diperkenankan hanya sebesar Rp.296.500.000.

b.Untuk negara Y = (Rp. 2.000.000.000 / Rp. 5.000.000.000)X Rp.1.482.500.000 = Rp.593.000.000
Pajak yang terutang diluar negeri sebesar Rp.600.000.000 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah Rp.593.000.000.

5.Dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan yang dikenakan Pajak yang bersifat final, maka atas penghasilan tersebut bukan merupakan faktor penambahan penghasilan pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak.

Contoh :

PT "D" di Jakarta dalam tahun 2001 memperoleh penghasilan sebagai berikut:
1.Penghasilan dari Negara Z Rp.2.000.000.000
(dengan tarif pajak 30%)
2.Penghasilan Dalam Negeri Rp.3.500.000.000
(Penghasilan Dalam Negeri ini termasuk penghasilan yg dikenakan pajak bersifat final sebesar Rp 500.000.000)
3.Penghasilan Kena Pajak PT "D" sebesar :
Rp. 2.000.000.000 + (Rp 3.500.000.000 - Rp. 500.000.000) =
Rp. 5.000.000.000
4.Sesuai tarif Pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang sebesar : Rp 1.482.500.000,-

5.Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :
(Rp. 2.000.000.000 / Rp. 5.000.000.000)X Rp.1.482.500.000 = Rp.593.000.000

Pajak yang terutang di negara Z sebesar Rp 600.000.000, namun maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan sebesar Rp 593.000.000.

Read More......

Impor Sementara

Mo nanya: bbrp bulan ini, Klo ada kapal asing mlakukan pekerjaan d indonesia slm bbrp bulan, misal u masang kabel or pipa, mereka dikenakan pajak impor sebesar 2% dr nilai pasar kapal tsb. Ini sgt mberatkan mereka. Adakah penjelasan untuk ini? Gmana cara mdapatkan keringanan
Pertanyaan ini muncul dari bapak/ibu yg tidak mau disebutkan namanya, dan saya mencoba untuk membahasnya.

Ditanyakan apakah ada penjelasan untuk ini, kemungkinan dasar hukumnya adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 615/PMK.04/2004 tentang Tatalaksana Impor Sementara.
Dalam aturan ini disebutkan bahwa Impor Sementara adalah

pemasukan barang ke dalam Daerah Pabean yang nyata-nyata akan diekspor kembali dalam jangka waktu tertentu.

Terhadap barang impor sementara, importir wajib membayar Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor sebesar 2% untuk setiap bulan atau bagian dari bulan dari jangka waktu izin impor sementara dikalikan jumlah Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor yang seharusnya dikenakan atas barang impor bersangkutan.

Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor sementara apabila pada waktu impornya dipenuhi persyaratan :
a. tidak akan habis dipakai dalam masa pengimporan;
b. dalam masa pengimporan sementara tidak berubah bentuk secara hakiki kecuali karena aus dalampenggunaan;
c. jelas identitasnya; dan
d. ada dokumen pendukung bahwa barang tersebut akan diekspor kembali.

Apabila barang yg diimpor memenuhi persyaratan diatas, maka barang tersebut bisa mendapatkan PEMBEBASAN atau KERINGANAN bea masuk.

Barang yang dapat diberikan pembebasan Bea Masuk adalah :
a. barang untuk keperluan pameran yang dipamerkan di tempat lain dari Entrepot untuk Tujuan Pameran;
b. barang untuk keperluan seminar atau kegiatan semacam itu;
c. barang untuk keperluan peragaan atau demonstrasi;
d. barang keperluan tenaga ahli;
e. barang untuk keperluan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan;
f. barang pribadi keperluan wisatawan;
g. barang yang diimpor untuk keperluan olahraga serta perlombaan;
h. kemasan yang digunakan untuk pengangkutan barang impor atau ekspor secara berulang-ulang;
i. barang keperluan contoh atau model;
j. cetakan (mould);
k. kendaraan atau sarana pengangkut yang digunakan sendiri oleh wisatawan mancanegara;
l. kendaraan atau sarana pengangkut yang masuk melalui lintas batas dan penggunaannya tidak bersifat regular;
m. barang untuk diperbaiki, direkondisi, dimodifikasi;
n. binatang hidup untuk keperluan pertunjukan umum, olahraga, perlombaan, pelatihan, pejantan, dan penanggulangan gangguan keamanan;
o. peralatan khusus yang digunakan untuk penanggulangan bencana alam, kebakaran dan gangguan keamanan.
p. barang untuk keperluan angkutan laut dan udara dalam negeri.

Barang yang dapat diberikan keringanan Bea Masuk adalah mesin dan peralatan untuk pengerjaan proyek yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

dari keterangan diatas, maka kapal yg digunakan untuk melakukan penelitian atau pemasangan pipa termasuk barang di huruf l, sehingga dapat dibebaskan dari bea masuk.

Read More......

Orang pajak lagi baek hati..

Kenapa dibilang lagi baik hati, karena dengan keluarnya PMK no 18 tahun 2008, maka bagi WP yang melakukan pembetulan untuk tahun pajak 2007 dan sebelumnya yang mengakibatkan kurang bayarnya jadi tambah gede gak bakal dikenain sanksi bunga.
Misalnya begini, pak Ade pada SPT Tahunan 2006 melaporkan kurang bayar sebesar Rp. 10 juta, ternyata ada kesalahan, seharusnya yg dilaporkan adalah sebesar 11 juta, maka kalau pembetulan itu dilakukan di tahun 2008 tidak akan dikenakan bunga atas kurang bayarnya yg satu juta tersebut.

Selain itu, untuk WP Orang Pribadi yang baru daftar untuk NPWP juga dapat keringanan.

misalnya bu endah, sudah punya penghasilan di tahun 2006, tapi karena belum punya NPWP, maka penghasilan tersebut tidak dilaporkan.
Pada tahun 2008 ini bu Endah sudah punya NPWP, dan ingin melaporkan penghasilan di tahun 2006 tersebut, maka pajak atas penghasilan di tahun 2006 tersebut, yang baru dibayarkan di tahun 2008 tidak akan dikenakan sanksi bunga.
Enak kan..

Tujuan pemerintah menggelar kebijakan ini apa sih ?
kayaknya untuk mendorong WP agar membikin SPT dengan sebenar-benarnya dan juga untuk menjaring WP baru, karena untuk WP OP selain keringanan yang diberikan seperti diatas, dilain pihak pemerintah merencanakan memberikan tarif yang lebih tinggi bagi orang yang tidak mempunyai NPWP (RUU PPh)

Read More......

PPN Tidak Dipungut

Fasilitas untuk PPN ini banyak sekali, sekarang saya coba merinci mengenai PPN Tidak Dipungut, Penyerahan atau Impor apa saja sih yang PPN nya tidak dipungut itu :
1. atas impor serta penyerahan Barang dan Jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri.
2. Penyerahan Barang Kena Pajak antar Pengusaha Kena Pajak berstatus EPTE (Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor)
3. Barang atau bahan impor yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat (TPB). Tempat Penimbunan Berikat dapat berbentuk Kawasan Berikat, Pergudangan Berikat, Entrepot untuk Tujuan Pameran, atau Toko Bebas Bea.

4. Atas impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi Gudang Berikat, Entrepot untuk Tujuan Pameran (ETP) yang telah mendapat izin.
5. Atas impor barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB termasuk PKB merangkap sebagai PDKB
6. Atas impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB
7. Atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB
8. Atas pemasukan BKP dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke PDKB untuk diolah lebih lanjut.
9. Atas pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut.
10. Atas pengeluaran barang dan/atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak
11. Atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan sub kontrak oleh PKP di DPIL atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal.
12. Atas peminjaman mesin dan/atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal
13. Pengeluaran barang dari KB yang ditujukan kepada orang yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan BM, Cukai dan Pajak dalam rangka impor.
14. Atas pemasukan alat pengemas (packing material) dan alat bantu pengemas dari DPIL ke KB untuk menjadi satu kesatuan dengan barang hasil olahan PDKB
15. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pengusaha, dalam Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam, sepanjang Barang Kena Pajak tersebut digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak yang diekspor.
16. Impor Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha dalam Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam, sepanjang Barang Kena Pajak tersebut digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak yang diekspor.
17. Penyerahan avtur kepada maskapai penerbangan untuk keperluan penerbangan internasional
18. Impor atas Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh :
a. Perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan azas timbal balik;
b. Badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia;
c. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan;
d. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
e. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
f. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
h. Barang pindahan Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, mahasiswa yang belajar di luar negeri, Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Republik Indonesia yang bertugas di luar negeri sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun, sepanjang barang tersebut tidak untuk diperdagangkan dan mendapat rekomendasi dari Perwakilan Republik Indonesia setempat;
i. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pabean;
j. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
k. Perlengkapan militer termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan;
l. Barang impor sementara sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 615/PMK.04/2004.

Read More......

Cuti batal

cuti bersama tanggal 8 februari 2008 dibatalkan, berita ini baru saya denger kemaren, padahal keluarga dari batam udah dateng, mau liburan ke jakarta, wah ini bener-bener kebijakan super ekspres.
Sebelumnya waktu lebaran tahun kemaren (2007), kebijakan yang berlawanan diambil, cuti bersama malah ditambah, jadi jatah cuti yang sudah sengaja disisain langsung lenyappp..nyapp..nyapp..

ini sekadar unek-unek ngelihat gimana gak konsistennya aturan yang ada sekarang, saya pada dasarnya gak setuju adanya cuti bersama (wong gak mau cuti kok dipekso..), tapi kalo dari awal tahun udah direncanai, mbok ya pas mau direvisi dari jauh-jauh hari,




Read More......

BLOKIR DAN SITA HARTA

Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai harta dan hak Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan penyitaan atas harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank, terlebih dahulu dilakukan :

1. Pemblokiran terhadap harta kekayaan dimaksud.
Untuk melaksanakan pemblokiran harta kekayaan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan wajib mengajukan permohonan pemblokiran kepada pimpinan bank tempat harta kekayaan Penanggung Pajak tersimpan.

2. Pimpinan Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permohonan pemblokiran dan membuat Berita Acara serta menyampaikan salinannya kepada Kepala KantorPelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan Penanggung Pajak.


3. Jurusita setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank, memerintahkan kepada Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak.

Apabila Penanggung Pajak bersedia untuk memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank, maka Penanggung Pajak membuat surat pemberian kuasa kepada pimpinan bank agar memberitahukan saldo kekayaannya kepada Jurusita Pajak.
Apabila Penanggung Pajak menolak memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank dengan tidak membuat surat pemberian kuasa kepada pimpinan bank, Jurusita Pajak membuat Berita Acara Penolakan Pemberian Kuasa oleh Penanggung Pajak.

4. Berita Acara penolakan diatas dapat digunakan sebagai dasar bagi Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan untuk mengajukan permohonan kepada Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dimaksud.

5. Setelah saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan dengan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Saksi-saksi, dan pimpinan bank atau pejabat bank yang ditunjuk.

6. Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dalam jangka waktu setelah 14 (empat belas) hari sejak penyitaan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan segera meminta kepada pimpinan bank untuk memindahbukukan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada Bank ke kas negara sejumlah yang tercantum dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita, yang tembusannya disampaikan kepada Penanggung Pajak.

Sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari berakhir, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan untuk menggunakan barang sitaan dimaksud untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, dengan melampirkan bukti pelunasan berupa Surat Setoran Pajak yang telah ditandatangani dan diberi cap oleh bank

7. Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada pimpinan bank setelah utang pajak dan biaya penagihan pajak dilunasi baik melalui pemindahbukuan yang dilakukan oleh bank maupun yang dilunasi melalui permohonan Penanggung Pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

8. Apabila jumlah yang diblokir lebih besar dari jumlah yang disita, maka atas sisa lebih tersebut diajukan permintaan pencabutan pemblokiran oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor PelayananPajak Bumi dan Bangunan kepada pimpinan Bank.

9. Pencabutan sita dilakukan apabila:
a. Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan tidak menggunakan harta kekayaannya yang telah disita.
b. Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menggunakan harta kekayaannya yang telah disita.
c. Telah dilakukan pemindahbukuan ke kas negara

Read More......

Pajak kalo bangun rumah sendiri , lagi..

"Bagaimana jika saya membangun rumah tapi belum selesai, apakah harus membayar pajaknya segera atau menunggu bangunan selesai dulu…”
itulah pertanyaan yang diajukan pada tulisan saya mengenai PPN membangun sendiri. Yang pada intinya kita harus membayar PPN jika kita membangun rumah tanpa menggunakan jasa kontraktor. nah jika kita ingin membayar PPN tersebut, kapan sih kita bayarnya ?

menurut Keputusan Menteri Keuangan nomor 545/KMK.04/2000, Pasal 3 ayat (1), bahwa saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri terjadi pada saat mulai dilaksanakannya pembangunan.
Berarti, begitu kita mulai bangun rumah, maka pada saat itu sudah mulai terutang PPN, terus kalo sudah terutang PPN kapan bayar dan lapornya ?
Kalo bayar tanggal 15 bulan berikutnya, dan lapor tanggal 20 bulan berikutnya (dengan keluarnya PMK 39/PMK.03/2010, maka pelaporan paling lambat adalah akhir bulan berikutnya setelah masa pajak, berlaku mulai 1 April 2010).

Contohnya begini, pak Febner mulai bangun rumah tanggal 4 April 2010, dan selesai tanggal 23 Mei 2010. Biaya yang dikeluarkan untuk bulan April sebesar 15 juta dan di bulan Mei sebesar 25 juta.
Maka paling lambat pada tanggal 15 Mei 2010 pak Febner harus membayar PPN sebesar 600 ribu (15juta x 10% x 40%), dan paling lambat tanggal 31 Mei melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak.
Kemudian paling lambat tanggal 15 Juni 2010 pak Febner harus membayar PPN sebesar 1 juta (25 juta x 10% x 40%) dan paling lambat tanggal 30 Juni melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak.

Read More......

Pajak Sistem Syariah

“Pemerintah akan segera memperbaiki sistem keuangan dan perbankan syariah. Perbaikan yang dijanjikan meliputi penghapusan pajak ganda dalam transaksi perbankan syariah dan Rancangan Undang-undang Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk”. Ini saya kutip dari Koran Kompas tanggal 9 Januari 2008.

Yang dimaksud pajak ganda ini adalah pengenaan dua kali untuk Pajak Pertambahan Nilai atas setiap transaksi pinjaman yang dilakukan oleh perbankan syariah. Kenapa ini bisa terjadi ?

Sistem pinjaman yang digunakan oleh perbankan syariah adalah dengan tidak memberikan uang tunai kepada peminjamnya, akan tetapi mendasarkan diri pada prinsip jual beli.
Contohnya begini,

jika si Fulan ingin meminjam uang ke perbankan syariah untuk melakukan pembelian mobil, maka perbankan syariah akan membeli mobil tersebut kemudian menjualnya lagi ke Fulan. Dan si Fulan akan membayar mobil tersebut dengan cara angsuran ke perbankan syariah.

Ini berbeda dengan sistem yang dilakukan oleh perbankan konvensional, karena perbankan konvensional langsung memberikan sejumlah uang kepada Fulan untuk dibelikan mobil.

Dengan sistem yang dilakukan perbankan syariah tersebut, seolah-oleh terjadi dua kali pembelian, yaitu yang dilakukan oleh perbankan syariah ketika membeli mobil kepada dealer dan juga yang pembelian yang dilakukan oleh Fulan kepada perbankan syariah.

Padahal dalam UU perpajakan disebutkan bahwa setiap transaksi jual beli untuk Barang Kena Pajak akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga dalam system perbankan syariah akan dua kali dikenakan PPN, yaitu ketika perbankan syariah membeli mobil dari dealer dan ketika fulan membeli mobil tersebut dari perbankan syariah, sementara jika dalam perbankan konvensional hanya dikenakan sekali, yaitu ketika si fulan membeli mobil dari dealer saja.

Ini jelas tidak adil, karena pada dasarnya transaksi yang digunakan oleh perbankan syariah bukanlah sebuah jual-beli, tetapi sebuah produk pembiayaan yang mempunyai model jual-beli.
Jadi kalau memang akan dikeluarkan lagi aturan khusus mengenai perbankan syariah ini sangatlah tepat, karena jika hal ini terus diberlakukan akan sangat tidak adil bagi perbankan syariah dalam berkompetisi dengan perbankan konvensional.

Tapi sebenarnya ada juga aturan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang telah memahami system syariah ini, misalnya Peraturan Menteri Keuangan nomor : 36/PMK.03/2007, tanggal 11 April 2007, yang antara lain mengatur untuk membebaskan PPN atas penyerahan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar serta Perumahan Lainnya yang perolehannya, secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Read More......