hormat grraakk..

hormat grraakk..
Google
 

JOINT OPERATION

Kerjasama Operasi (KSO) adalah merupakan kerjasama operasi dua badan atau lebih yang sifatnya sementara hanya untuk melaksanakan suatu proyek tertentu sampai proyek tersebut selesai dikerjakan. Dengan demikian bukan merupakan Subjek Pajak, dan oleh karenanya pengenaan PPh atas penghasilan dari proyek tersebut dikenakan pada masing-masing badan anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterimanya.

Mengingat bahwa Kerjasama Operasi bukan merupakan Subjek Pajak, maka Kerjasama Operasi tidak berkewajiban utnuk menyampaikan laporan dan membayar PPh Pasal 25 serta PPh Pasal 29, sedangkan kewajiban yang ada hanya sebagai Wajib Pajak pemotong/pemungut PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 atau PPN.

Pengenaan PPh Badan tetap dikenakan atas penghasilan yang diperoleh pada masing-masing badan yang bergabung tersebut sesuai dengan porsi/bagian pekerjaan atau penghasilan yangditerimanya. Pada waktu dilakukan pemotongan, pemberi hasil membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 atas nama KSO qq anggota (NPWP anggota) dengan jumlah pajak sebesar bagian masing-masing.

Pemberian NPWP adalah semata-mata untuk keperluan pemungutan dan pemotongan PPh Pasal 21, Pasal 23/26 dan PPN yang dilakukan oleh KSO terhadap objek atas imbalan yang dibayarkan.


Read More......

Bayar PBB lewat ATM

Saya mendapat e-mail dari pak Suroso yang menanyakan masalah PBB, isi surat lengkapnya adalah sebagai berikut
Ada yang titip pertanyaan kepada saya tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Mohon bantuan penjelasannya. Silakan dikirim kepada alamat e-mail saya dan/atau disajikan pada blog Anda sehingga banyak orang dapat memanfaatkannya.

Latar belakang sebagai berikut. Seseorang membeli rumah dengan mengangsur kepada bank pada tahun 1989 dan menempati rumah sejak itu. Dia membayar PBB sampai 1993. Pada tahun 1993, dia membayar PBB melalui bank milik negara. Pada tahun 1994, dia tidak lagi menerima SPPT. Ketika itu, warga diminta oleh Lurah untuk membayar PBB secara kolektif melalui petugas yang ditunjuk di Kantor Kelurahan, untuk kemudian dibayarkan ke Kantor Pelayanan PBB. Ternyata, petugas tersebut membawa kabur uang (dalam jumlah banyak) dan kemungkinan besar, tidak disetorkan kepada negara. Rupanya, petugas tersebut masih berstatus pegawai honorer di Kantor Kelurahan. Anehnya,
data Wajib Pajak (WP) terhapus dari komputer di Kantor Pelayanan PBB terkait. Masalah bukan hanya menimpa WP tersebut, melainkan banyak WP lain di RW yang sama. Dia mengetahui keluhan yang sama sewaktu pertemuan-pertemuan di lingkungan perumahannya. Boleh jadi, tidak ada kaitan antara petugas di Kantor Kelurahan yang nakal dengan petugas di Kantor Pelayanan PBB yang teledor; dan hanya merupakan suatu kebetulan. Namun, tidak tertutup kemungkinan lain, yaitu kerjasama yang rapi antara keduanya.

Sejak 1994, WP tersebut tidak membayar PBB karena memang tidak pernah menerima SPPT. Dia enggan mengurus PBB-nya karena menganggap tidak ada manfaat baginya dan tidak merasa rugi apabila tidak membayar. Dia menganggap bahwa bukan kesalahannya tidak membayar PBB. Disamping itu, jarak dari tempat tinggalnya ke Kantor Pelayanan PBB terkait jauh pada waktu itu. Dia mengatakan bahwa, “Rakyat ingin membayar pajak saja repot amat”.

Tampaknya, rasa jengkelnya telah hilang dan Kantor Pelayanan PBB telah disediakan di dekat tempat tinggalnya. WP tersebut bermaksud membayar PBB-nya sejak tahun ini. Pertanyaannya ialah:
(1) Apakah PBB selama 1994 hingga 2006 “diputihkan” atau PBB dihitung sejak mengisi Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP)? Alasannya ialah karena dia tidak pernah menerima SPPT karena memang tidak ada lagi data rumah dan tanahnya di komputer Kantor Pajak.
(2) Bilamana dia tetap diharuskan membayar, maka apakah WP tersebut harus menanggung kesalahan pihak lain (walaupun bukan berarti bahwa dia sama sekali tidak bersalah)? Bilamana dia tetap diharuskan membayar, WP tersebut sempat mengutarakan maksudnya untuk menulis Surat Pembaca pada koran-koran nasional atas keteledoran hilangnya data rumah dan tanahnya di dalam komputer Kantor Pelayanan PBB terkait. Dia berharap menjadi perhatian pihak-pihak terkait agar jangan hanya WP yang dipersalahkan.

Mohon penjelasannya dan atas penjelasannya, disampaikan banyak terima kasih.

Hormat saya,
Suroso


mungkin untuk sementara ini saya tidak bisa menjawab pertanyaan pak Suroso, tapi saya coba membahas cara pembayaran yang sangat memudahkan WP, yaitu melalui ATM (yang saya lakukan adalah melalui ATM BCA dan itu sangatlah gampang), caranya adalah sebagai berikut :
1. Wajib Pajak mendatangi ATM dengan membawa data yang lengkap dan benar tentang:
a.Nomor Obyek Pajak (NOP),ini bisa kita lihat dari SPPT sebelumnya.
b.Tahun Pajak, yang menunjukan periode kewajiban pajak yang akan dibayar.
2. Membuka menu Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Mengisi NOP dan Tahun Pajak secara tepat, lengkap dan benar.
4. Meneliti Identitas Wajib Pajak yang terdiri dari NOP, nama, Kelurahan, jumlah PBB yang terhutang dan Tahun Pajak yang muncul pada tampilan.

Apabila Identitas Wajib Pajak yang terdiri NOP, nama, Kelurahan, jumlah PBB yang terhutang dan Tahun Pajak pada tampilan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, maka proses berikutnya harus dibatalkan dan kembali kepada menu sebelumnya untuk mengulang pemasukan data yang diperlukan, karena ada kemungkinan terjadi kesalahan pemasukan data yang diperlukan.

5. Mengambil hasil keluaran fasilitas perbankan elektronik yang berupa "Tanda Terima Pembayaran PBB" yang disetarakan dengan STTS.
6. Mengecek kebenaran "Tanda Terima Pembayaran PBB" yang diperoleh.

Read More......

BENTUK USAHA TETAP (BUT)

Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (5) UU PPh, disebutkan bahwa suatu BUT mengandung pengertian :
 adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan.
 tempat usaha tersebut bersifat permanen; dan
 digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Bentuk Usaha Tetap dapat berupa :
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yangdigunakan untuk eksplorasi pertambangan;
h. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
i. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
j. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
k. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
l. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia.

Objek Pajak BUT :
a. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasainya (attribution rule) ;
b. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan oleh BUT-nya di Indonesia (force of attraction rule);
c. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT-nya dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud (effectively connected income) .

Pembebanan Biaya pada BUT :
1. Biaya-biaya yang diperkenankan sebagai pengurang atas penghasilan BUT (deductible expenses).
a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
b. biaya administrasi kantor pusat, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak (KEP-62/PJ/1995)
2. Biaya-biaya yang tidak diperbolehkan sebagai pengurang atas penghasilan BUT (non deductible expenses).
a. royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya;
b. imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
c. bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan


BRANCH PROFIT TAX
Selain dikenakan kewajiban PPh Badan (corporate income tax) berdasarkan tarif pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan, BUT juga dikenakan branch profit tax (BPT) sesuai dengan pasal 26 ayat 4.
BPT adalah pajak yang dikenakan dari laba bersih setelah pajak.(net income after tax). Tarifnya sebesar 20%, kecuali ditetapkan lain berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak

Pengenaan branch profit tax suatu BUT dikecualikan bila laba tersebut ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat (Kepmen No. 113/KMK.03/2002) :
(i) Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi Pajak Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri; dan
(ii) Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut; dan
(iii) Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan berproduksi komersial.

Read More......