hormat grraakk..

hormat grraakk..
Google
 

KENIKMATAN YANG DIBAYARKAN PERUSAHAAN DRILLING KE PARA EXPATRIATE

Permasalahan
Apakah gaji yang sebenarnya dibayarkan (actual salary) dan kenikmatan (fringe benefit) yang diberikan oleh perusahaan yang bergerak dalam pengeboran minyak dan gas bumi, kepada expatriate dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan, mengingat perhitungan PPh Pasal 21 dihitung berdasarkan "deemed salary".

Dasar Hukum
1. Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor : 628/KMK.04/1991 tanggal 26 Juni 1991, yang berbunyi :
Pasal 2 ayat (1) :
Wajib Pajak Badan yang didirikan di Indonesia yang melakukan usaha dibidang pengeboran minyak dan gas bumi wajib menghitung penghasilan neto berdasarkan pembukuan yang wajib diselenggarakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 28 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 13 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.

Pasal 2 ayat (2) :
Bagi Wajib Pajak Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Nomor : 398/KMK.00/1988, memilih menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Khusus, tetap dapat menggunakannya sampai dengan berakhirnya tahun pajak/tahun buku 1990.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pembebanan biaya berupa pembayaran gaji yang sebenarnya dibayarkan (actual salary) serta kenikmatan (fringe benefit) yang diberikan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak, sedangkan deemed salary hanya dipergunakan sebagai dasar penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21.

Read More......

Pajak Penghasilan

Apa yang dimaksud dengan penghasilan?
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan WP, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Apa yang termasuk obyek PPh ?
Penghasilan, termasuk :

  1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-undang PPh.

Read More......

FASILITAS BEBAS PPN IMPOR, masih perlu gak ?

“Pemerintah akan terbitkan 2 insentif fiskal semester II” itulah judul berita di harian Bisnis Indonesia, insentif itu berupa penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) komoditas primer dan penyelarasan pajak penjualan barang mewah (PPnBM).

Sebelumnya kita telah memberikan beberapa fasilitas perpajakan di bidang PPN, antara lain adalah pembebasan PPN atas impor BKP tertentu, seperti :
1. Senjata, amunisi, alat angkutan di air/di bawah air/di udara/di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli dan kendaraan angkutan khusus lainnya serta suku cadangnya yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) atau oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI
2. Komponen/bahan yang belum dibuat di dalam negeri yang digunakan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI, yang diimpor oleh PT (PERSERO) Pindad
3. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
4. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
5. Kapal laut, kapal angkutan sungai, danau dan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran/keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyebrangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya;
6. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
7. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia
8. Komponen atau bahan yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang digunakan oleh PT. (PERSERO) Kereta Api Indonesia yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
9. Peralatan berikut suku cadangannya yang digunakan oleh Departemen Perhanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan nasional yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI.

Saya ingin membahas apakah fasilitas pembebasan PPN atas impor BKP tertentu ini masih sesuai dengan tujuan diberikannya fasilitas tersebut, yaitu untuk lebih menunjang pelaksanaan pembangunan nasional serta untuk lebih meningkatkan program pembangunan di bidang kesejahteraan rakyat, mencerdaskan masyarakat, kesehatan dan pertahanan keamanan, ataukah malah lebih membuat ketergantungan pada produk dari luar negeri ?



Sebagai contoh saya ambil PT Pindad.
Keberadaan PT Pindad sebenarnya sangat diperlukan. Kebutuhan senjata militer Indonesia idealnya dapat dipenuhi oleh PT Pindad, yang sudah mampu membuat berbagai amunisi standar NATO, suku cadang kendaraan tempur, berbagai senjata ringan (termasuk secara lisensi dan desain/produk pengembangan), dll. Secara teori, berbagai senjata produk tua nantinya tak perlu lagi masih digunakan oleh pasukan Indonesia, terutama di daerah teritorial seperti saat ini.

PT Pindad sebenarnya kini sudah "cukup sukses" untuk sekadar memasok dalam jumlah tertentu untuk militer dan kepolisian Indonesia, di antaranya :
• Produk senjata ringan SS-1 (lisensi FNC dari FN Belgia), bahkan berencana meluncurkan produk terbaru SS-2, pada Oktober mendatang.
• pistol P-2 dan P-3A,
• senapan laras licin SAR,
• senapan pelontar granat SPG-1 dan SPG-1A,
• senapan penembak runduk SPR,
• senapan Sabhara V-1 dan V-2,
• kuda-kuda senapan mesin berat kaliber 12,7 mm,
• shotgun

Pada sisi lain, pihak militer dan kepolisian Indonesia masih banyak mendatangkan produk senjata produk luar negeri impor, khususnya senjata ringan, misalnya :
• Pihak kepolisian mendatangkan senapan AK-101/102 dari Rusia dan Steyr AUG produksi Austria,
• pasukan angkatan darat pemerintah mendatangkan Galil dari Israel, dll.

Masuknya senjata ringan produk luar negeri ke Indonesia, pada satu sisi sebenarnya merupakan tantangan bagi PT Pindad agar terpacu mampu membuat produk senjata yang lebih berkualitas. Produk impor dapat dijadikan bahan acuan dan kompetitor bagi PT Pindad, untuk berlomba mengejar dan mengembangkan teknologi maju.

Hanya, di Indonesia kondisinya berlainan karena produksi senjata belum setinggi negara lain. Jika masuknya senjata impor ke Indonesia tak dibatasi sesuai kriteria, tentunya akan kembali membuat ketergantungan kepada senjata asing. Efeknya, dapat pula mengancam eksistensi PT Pindad sebagai produsen senjata nasional.

Jadi dengan diberikannya fasilitas pembebasan PPN atas BKP tertentu, malah bisa mematikan industri nasional, yang pada awal tujuan diberikannya fasilitas adalah untuk meningkatkan pembangunan nasional.

Menurut saya mungkin sebaiknya untuk fasilitas pembebasan PPN atas impor BKP tertentu ini ditambahkan lagi kalimat “sepanjang belum bisa diproduksi di Indonesia. Karena selain PT Pindad ini, masih ada beberapa industri nasional lagi yang perlu dukungan pemerintah, seperti PT PAL yang memproduksi kapal laut, PT DI yang memproduksi pesawat udara, dan PT INKA yang memproduksi peralatan kereta api.

Bagaimana tanggapan saudara-saudara ?

Read More......