hormat grraakk..

hormat grraakk..
Google
 

Anti-Avoidance Tax Rules

Siapa sih yang mau bayar pajak ?
secara normalnya tidak ada satupun orag atau lembaga yang ingin penghasilannya dikurangi untuk membayar pajak, jadi sangat wajar sekali usaha-usaha yng dilakukan untuk sebisa mungkin menghindari kewajiban untuk bayar pajak.

Untuk menghindari kewajiban tersebut, kalo memang masih dilakukan sebatas memanfaatkan fasilitas pajak yang ada maka tidak melanggar aturan, akan tetapi jika usaha menghindari kewajiban tersebut dilakukan dengan merekayasa Laporan Keuangannya, maka hal seperti inilah yang melanggar aturan.

Untuk itu dibuatlah beberapa aturan yang memberikan ruang untuk pihak yang berwenang dalam menentukan kewajaran sesuatu transaksi.

Apa saja ketentuan khusus anti penghindaran pajak?

1. Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan (debt to equity ratio/ DER rule).
2. Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri dari penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek (controlled foreign corporation/ CFC rule).
3. Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan (transfer pricing rule) serta menentukan utang sebagai modal (hybrid loan recharacterization rule) untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
4. Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak (advance pricng agreement/ APA) dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

Yang dimaksud dengan hubungan istimewa (special relationship atau related parties) adalah:
- Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau
- Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
- terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat.

3 comments:

PUTRA said...

Gini lo Pak....
Saya (dari sisi WP)pikir... setiap warga (citizen) pastinyalah mau contribute untuk negara (sbg info.. setiap bulan gaji saya di potong..hampir mencapai 300rb, dan saya juga diamanatkan oleh negara sebagai pemotong). Tapi sering mendapat pertanyaan dari pekerja "Pak...sebenarnya saya bayar pajak ini untuk apa? untuk siapa?". Dengan gampang saya jawab...."Ya untuk jalan yang tiap hari kamu lewati itu". Padahal dalam hati kecil saya, saya juga bertanya yang sama kepada negara.... Uang Pajak itu dibaea kemana ? Target Pendapatan dari Pajak yang triliyunan itu pergi kemana? APBN? dikembalikan untuk pembangunan fasilitas publik?. wah... publik yang mana... yang ada tiap malem juga ada berita ttg fraudential di institusi negara sekalipun... (Pak Ferry juga sering dengar kan?)

Kesimpulan saya berupa pertanyaan... mana duluan..."Tax avoidance" atau "public fraudential" ?.

Fery Corly said...

saya setuju dengan pak putra, kalo masalah penggunaan uang pajak itu sudah dialokasikan ke masing2 departemen lewat APBN, jadi kalo kita mau tahu penggunaan uang pajak harus kita teliti lagi alokasi di APBN, supaya dapat mencegah fraudential public yg masih sering terjadi seperti sekarang ini

Anonymous said...

hai..aku liza..kebetulan nih mampir ke blog ini, dan kebetulan lagi tema blog ini hampir berhubungan dgn skripsi ku lho..

gini lho mas fer..kan kita emang punya anti tax avoidance rules tuh..tp itu masih umum kan? disitu kan ada ketentuan mengenai DER, tp sampai skrg knp blm ada yah DER itu sndiri?? jd WP sah2 aja dong ngelakuin penghindaran pajak dgn cara thin cap (memperbesar utang)..
yang jd pertanyaanku, UU kita sdh bagus banget tuh mengatur mengenai DER, tp knp sampai skrg ko DER itu sendiri blm ada juklaknya..
dgn kata lain, selama belum ada ketentuan khusus dr DER itu sendiri, WP yg ngelakuin penghindaran pajak dengan thin cap masih sah2 aja dong yah..

kenapa yah UU kita pasti selalu banyak bias nya dan gampang bgt tuh dicari celah2 nya..