Black Berry
Numpang ngimel ... NYUWUN SEWU.
Monggo dipun renungkan, mungkin saya banyak salah ... mohon dipermaaf jika memang banyak salah!.
Back to topic :
Kita sering mendengar adanya BB=Black Berry ... yang sudah merambah ke para pengguna komunikasi , konon kabarnya begitu menarik feature nya dan multi fucntion aplicable ... ini kata para penggunanya,
Namun dibalik kemanfaatan itu cara perolehannya katanya tidak melalui agen/distributornya .... karena memang juga katanya di Indonesia tidak ada agen/distributornya alias BM=Black Market , kalau masyarakat pengguna sih akan memburunya bila merkea punya kemampuan secara financial untuk membelinya karena timbang2 kemanfaatnya tersebut.
Sekilas sih nggak ada masalah bagi pengguna dan agen/distributor gelap, karena hukum permintaan dan penawarannya bisa terpenuhi, its ok. Urusan selesai.
Tapi bagi fiskus .. mestinya ini harus dipandang dari sisi lain .... tentunya sisi perpajakannya. Bilamana semua itu melalui BM ... , hal ini akan mengurangi potensi penerimaan pajak atas transaksi barang tersebut. Jika ini tidak dipedulikan sih ya fine2 saja bagi para penggunanya, dan tentu penggalian potensi juga akan tidak ada.
Atas cerita diatas .... potensi pajak apa sih yang hilang / tidak masuk ke penerimaan negara , mari kita melihat bersama :
Bahwa atas konsumsi yg sudah melalui proses produksi / distrubusi dsl. hal ini sisi fiskus pasti sudah tahu bahwa ada value added ... dan atas itu mustinya harus ada PPN yang harus dibayar oleh konsumen melalui agen / distributornya. Namun karena melalui Black Market ... potensi PPN ini hilang ... apakah fiskus/negara akan tinggal diam ????, belum lagi jika BB tersebut termasuk dalam kriteria Barang Mewah tentunya akan terhutang PPn BM.
Jika asumsi penggunanya mencapai 500.000 pengguna, harga per BB = 3 Juta, tentu bisa dihitung berapa PPN-nya.
Peredaran Omzetnya nya saja kira = 1,5 T artinya PPN yang mesti masuk ke Kas Negara adalah sebesar Rp. 150 M, apalagi jika itu ada PPn BM rate 20% saja, maka PPn BM yg juga harus masuk ke Kas Negara adalah sebesar Rp. 300 M
Itu sisi PPN dan PPn BM saja loh, belum PPh Badan, PPh 21 dan PPh lainnya jika ada.
Apakah kita biarkan hal seperti ini ... jika jawaban nya YA, yah nggak usah repot untuk menggali potensi penerimaan pajak.
Jika jawabannya tidak , maka ..... pertanyaan selanjutnya adalah :
Bagaimana caranya???
Yg terdengar selama ini bahwa BB tersebut melalui BM ... semuanya harus juga melalui regristasi ke Provider Celular Phone ... "IxxxxxT" yg paling gencar dalam hal ini , dan mungkin "TxxxxxxxL".
Tentu dong DJP punya kewenangan untuk intervensi dalam hal ini dalam segi penerimaan negara di sektor pajak.
Estimasi diatas bisa saja suja dilakukan oleh DJP, tapi jika belum ... monggo berburu penerimaan pajak dalam bisnis ini ... lumayan kannnn, sekitar 500M "hanya itung2 kosong ... barang kali??"
BUT Agen/Distributor BB ???
Saya sendiri nggak punya loh ... barang kali nemu BB yg jatuh dijalanan , kena PPN dan PPn BM nggak ya ???
»» Salam ««
Penulis "Pegs"