Di penghujung tahun lalu, tepatnya 27 Desember 2006, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meresmikan modernisasi kantor pusat Ditjen Pajak beserta 13 kantor wilayah Ditjen Pajak di seluruh Indonesia.
Di penghujung tahun lalu, tepatnya 27 Desember 2006, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meresmikan modernisasi kantor pusat Ditjen Pajak beserta 13 kantor wilayah Ditjen Pajak di seluruh Indonesia.
Peresmian kantor modern ini merupakan momentum besar, di mana Ditjen Pajak secara eksplisit ingin menyatakan 'hijrah' dari era pramodern menjadi modern. Salah satu ciri kantor pajak modern adalah kewajiban bagi seluruh aparatnya untuk menandatangani kode etik, yang berisi apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan petugas pajak dalam menjalankan tugas.
Di tengah kemeriahan acara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pidato yang sangat bagus. Ditjen Pajak, katanya, tidak boleh gagal dalam melaksanakan reformasi, terutama dalam memperkecil jurang antara potensi dan realisasi penerimaan pajak.
Alasannya sederhana. Semua dukungan dan bantuan telah diberikan kepada Dirjen Pajak Darmin Nasution, mulai dari dukungan politik hingga anggaran.
"Sekarang ujiannya dimulai. Dukungan politik sudah diberikan, praktis tidak ada alasan untuk gagal. Kalau gagal, berarti kompetensi pribadi Anda, Pak Darmin [Dirjen Pajak Darmin Nasution]," ujar Menkeu saat memberikan sambutan peresmian modernisasi administrasi Kantor Pusat Ditjen Pajak dan 13 Kantor Wilayah Ditjen Pajak, 27 Desember 2006.
Dukungan Menteri Keuangan kepada Dirjen Pajak Darmin Nasution memang luar biasa. Bahkan ada kesan, Menteri pasang badan.
Hampir semua kritikan terhadap Ditjen Pajak, mulai dari soal penerimaan hingga mutasi yang kacau, dijawab dan dibela langsung oleh Menteri Keuangan. Sementara para pejabat pajak yang harus bertanggung jawab terhadap kinerja penerimaan, asyik main golf.
Lempar handuk
Apa yang diharapkan Menteri Keuangan agar jurang antara potensi dan realisasi pajak bisa dikurangi sejalan dengan modernisasi kantor pajak, sebenarnya nyaris menjadi kenyataan.
Kepada sebuah media massa, Dirjen Pajak Darmin Nasution memastikan penerimaan pajak hingga akhir Maret tahun ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, sekalipun akan dikurangi restitusi pajak.
"Penerimaan pajak Januari-Maret tahun ini jauh lebih tinggi. Kalau diperhitungkan dengan restitusi tunggakan, akan tetap jauh lebih tinggi sekitar 26% dibandingkan 2006," kata Darmin seperti dikutip beberapa media.
Dia menjelaskan penerimaan pajak per akhir Maret 2007 mencapai Rp103,1 triliun, atau meningkat 35% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat Rp76,4 triliun. "Jumlah tersebut merupakan angka penerimaan pajak terbesar selama enam tahun terakhir," ujar Dirjen Pajak.
Namun, angka-angka penerimaan pajak yang disampaikan antara satu pejabat dan pejabat lainnya, termasuk pejabat di Departemen Keuangan, menjadi simpang siur. Tidak ada satu pun angka yang bisa diyakini kebenarannya.
Ada apa? Rupanya sistem Modul Penerimaan Negara (MPN) yang merupakan sistem informasi di Departemen Keuangan yang mengintegrasikan penerimaan Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai serta pengeluaran Ditjen Anggaran belum solid. Kepada Bisnis, Sri Mulyani mengakui ada duplikasi data penerimaan sehingga angka yang tercermin di MPN harus dikoreksi.
Dengan demikian, pertumbuhan penerimaan pajak per Maret 2007, yang oleh Dirjen Pajak disebut sebagai record sejarah-karena merupakan pertumbuhan tertinggi sejak enam tahun terakhir-harus buru-buru diralat.
Data penerimaan Ditjen Pajak per akhir April 2007 yang diperoleh Bisnis lebih mengejutkan lagi. Dari 31 kantor wilayah Ditjen Pajak, 25 di antaranya mengalami short fall, yaitu pencapaiannya di bawah target bulanan yang dicanangkan Kantor Pusat berdasarkan pola penerimaan dua mingguan selama lima tahun terakhir. Per akhir Mei, jumlah kanwil yang mengalami short fall bertambah satu menjadi 26.
Handuk putih pun dilempar. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu pada 26 Mei mengungkapkan pemerintah akan mengusulkan pada DPR agar target penerimaan pajak dalam APBN-P 2007 diturunkan, sesuai prognosa sementara yang menyebut akan kembali terjadinya shortfall.
Dalam naskah Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2008 yang disampaikan Depkeu ke DPR akhir Mei lalu, kepastian mengenai rencana pemerintah menurunkan target penerimaan semakin nyata meski disembunyikan dalam penurunan angka-angka rasio bukan dalam angka nominal.
Tidak beruntung?
Angka terang mengenai penurunan target penerimaan pajak baru disampaikan Menteri Keuangan selepas sidang kabinet paripurna membahas APBN 2007 di Kantor Kepresidenan awal pekan ini.
Target penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) diturunkan dari Rp261,7 triliun menjadi Rp250 triliun, pajak pertambahan nilai ( PPN) diturunkan dari Rp161 triliun menjadi Rp152 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) turun dari Rp210 triliun menjadi Rp191,9 triliun. Sementara target penerimaan bea masuk dan cukai tetap.
Apa alasan pemerintah dibalik keputusan menurunkan target penerimaan pajak ini? Menkeu Sri Mulyani menjawab: karena masalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, suku bunga dan harga minyak.
Mana yang lebih Anda percaya, target penerimaan pajak itu diturunkan karena alasan-alasan perubahan indikator makro atau karena kompetensi pejabatnya, seperti diungkapkan Sri Mulyani pada saat meresmikan kantor modern akhir tahun lalu?
Mungkin Darmin tidak beruntung. Andai saja Darmin Nasution tetap duduk sebagai ketua Bapepam-LK, sederet prestasi akan ada di genggamannya. Sebab, indeks harga saham gabungan, nilai transaksi harian dan kapitalisasi pasar dalam 14 bulan terakhir-sejak bursa dia tinggalkan-tumbuh ruarr biasa
Read More......